Senin, 17 Januari 2011

Event "Low Class"

copas dari note saya di fb

Saya akan membahas tentang topik aktual yang saya temui di FB hari ini: dibatalkannya suatu event Jepang hanya karena dianggap event itu "low class".
Awalnya, saya sudah berniat datang ke event tersebut. Bahkan saya sudah minta izin orang tua untuk datang ke sana, dan orang tua menyetujui. Namun, alangkah kagetnya saya ketika melihat pesan masuk di FB yang mengatakan bahwa salah seorang teman saya mendapatkan telepon dari panitia acara yang mengatakan event tersebut dibatalkan karena dianggap "low class". Saya pun kaget, kok bisa-bisanya alasan seperti itu yang dikemukakan untuk membatalkan sebuah event, pas di hari H-nya pula!
Sebenarnya, tempat event tersebut memang strategis, di kawasan segitiga emas Jakarta. Saya sudah pernah ke sana, dan memang tempatnya bagus sehingga saya betah berlama-lama di sana kalau ada event. Dan tiba-tiba ada pihak event yang mengatakan event Jepang adalah event "low class".
Lalu yang jadi pertanyaan saya, "low class" disini maksudnya seperti apa? Lalu kalau "low class" pasti juga ada yang "high class", dong? Nah, "high class" yang dimaksud juga seperti apa?
Saya jadi berpikir beberapa dugaan. Sekali lagi, ini cuma dugaan saya, jadi belum tentu benar dan diharapkan jangan ada pihak yang tersinggung membaca ini. Jika memang nantinya tersinggung, nanti akan saya hapus tulisan ini. Saya hanya menyampaikan pendapat saja, semoga kejadian semacam ini tidak terulang lagi.
Kemungkinan pertama:
"Low class"-> tidak mendatangkan banyak keuntungan
Seperti yang kita ketahui, di sebuah stasiun TV swasta setiap sore hari ada acara musik yang beberapa kali saya lihat diselenggarakan di dekat kawasan event Jepang ini. Yang datang disana bejibun, dan artisnya artis ibukota yang lagu-lagunya tengah naik daun di radio-radio. Di sisi lain, event Jepang ini diselenggarakan 3 hari, sehingga tak mungkin ada acara musik yang bisa syuting di sana. Band-band yang ditampilkan di event ini juga band-band indie covering lagu Jepang yang mungkin belum seterkenal artis ibukota itu. Tiket masuk eventnya juga kalau saya tidak salah, gratis, sehingga biarpun banyak yang datang ke event ini, keuntungannya tidak seberapa. Saya rasa, mungkin ini alasan utama kenapa pihak penyelenggara membatalkan acara.
Kemungkinan kedua:
"Low class"-> kurang sponsor
Biasanya, di event-event seperti acara musik itu sponsornya banyak atau besar. Hal itu dapat dibuktikan dengan berjejernya spanduk iklan produk tersebut di dekat tempat acara. Saya pernah ke suatu mal dimana di depannya sedang ada acara musik seperti itu, dan spanduk sponsor sudah berjejer di dekat tempat event bahkan ketika malnya belum terlihat mata, alias masih jauh sekali... Sedangkan di event Jepang ini, sponsornya yang saya tahu cuma satu, yakni majalah Animonster. Mungkin ada beberapa sponsor lain, cuma saya kurang tahu... Jadi, kita tidak bisa mengetahui kemungkinan ini benar atau tidak.
Kemungkinan ketiga:
"Low class"-> bukan pejabat
Kelas rendah disini maksudnya adalah orang yang mungkin dari kelas bukan pejabat dan orang kaya. Yah, saya maklum di sana banyak pejabat berkantor, di apartemen di dekat sana juga banyak ekspatriat dan orang-orang "high class" (saya pernah ke apartemen dekat sana dan orang-orang yang tinggal disana kebanyakan ngomong pake bahasa Inggris melulu, biarpun tampangnya jauh dari orang bule). Tapi sekali-kali hargailah orang-orang bukan pejabat yang mau ke sana, toh kebanyakan dari orang Indonesia bukan pejabat dan kaya, kan? Lagipula kebanyakan yang datang ke event Jepang itu sepengamatan saya rata-rata terpelajar, kok. Murid sekolah atau mahasiswa. Kami hanya rakyat Indonesia yang menyukai budaya Jepang dan juga mencintai budaya negeri sendiri yang positif, kok.
Lagipula, menurut saya, mal itu juga tidak terlalu mewah atau bagaimana, kok. Desain arsitekturnya memang unik, lokasinya strategis, tapi event Jepang banyak juga yang diadakan di tempat yang menurut saya bahkan lebih mewah seperti di Hotel Nikko atau di Balai Kartini.
Saya tak berani bilang ini "low class" yang dimaksud mereka atau tidak.
Kemungkinan keempat:
"Low class"-> J-lovers
J-lovers memang belum terlalu diberi tempat di negeri ini, hal ini karena pendapat sebagian orang awam yang menganggap "anime itu tontonan anak kecil, manga itu bacaan anak kecil, cosplay itu orang-orang aneh yang dandan dengan kostum aneh-aneh" (serius lho, ada yang menganggap seperti ini). Apalagi sekarang sepertinya popularitas jejepangan makin rendah. Karenanya, mungkin mereka menganggap J-lovers itu tindakannya aneh-aneh dan seperti anak kecil. Dirasa mengganggu pengunjung lain. Seperti event yang pernah diadakan di tempat yang sama, salah satu teman yang panitia event tersebut bercerita, "Iya, disana emang gitu kok. Waktu itu saya mau adain event disana, dibilang sama panitianya 'jangan keras-keras yah musiknya'."
Mungkin orang awam tak tahu musik Jepang kecuali lagu First Love-nya Utada Hikaru yang sering diputar bahkan di radio non J-song, tapi tak ada salahnya kan membuat orang lain yang tak tahu musik Jepang jadi suka musik Jepang gara-gara ga sengaja denger musiknya pas jalan-jalan di mal waktu ada J-event? J-song itu ada banyak yang bagus, loh...

Yah, sekian...